26 June 2008

Feminisme (Tugas Critical Essay Teori HI)


FEMINISME DAN PERGESERAN MAKNA
DALAM KEHIDUPAN WANITA MASA KINI
Oleh:
Isyia Roihanindya Firdausi Amanda
(ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Hubungan Internasional)

Pendahuluan

Feminisme adalah istilah yang sering kita dengar dan hal tersebut telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Feminisme juga selalu dikaitkan dengan isu gender yang selalu menjadi perdebatan tentang perbedaan mendasar antara kaum laki-laki dan perempuan. Di dalam isu tersebut perempuan selalu menjadi kaum yang paling lemah di dunia (Peterson dan Runyan dalam Pengantar Studi Hubungan Internasional, 2005: 331). Di dalam dunia politik misalnya, bagian kursi untuk kaum wanita dalam suatu parlemen sangat sedikit dibandingkan dengan bagian untuk kaum lelaki. Hal ini dapat kita jumpai dengan mudah pada lembaga-lembaga publik maupun non-publik.

Pada 29 April hingga 5 Mei 2007 lalu, di Nusa Dua Bali diadakan pertemuan parlemen sedunia (Inter Parliamentery Union atau IPU). Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi masa depan politik kaum perempuan karena pada pertemuan inilah dibicarakan sejumlah isu yang terkait dengan kuantitas dan kualitas partisipasi kaum perempuan dalam dunia politik. Di dalam pertemuan tersebut, diperlihatkan angka representasi politik perempuan di dunia masih sangat memprihatinkan. Saat ini keterwakilan mereka hanya sekitar 17 persen dihitung dari rata-rata komposisi parlemen dunia. (dikutip dari Jawa Pos, 2007).

Isu gender dan keterkaitannya dengan feminisme ini masih terus berlanjut dan tidak hanya sampai di kursi politik saja. Dalam kehidupan sehari-hari, isu gender ini juga diperdebatkan. Posisi wanita yang terkadang terjepit oleh keadaan diantara kodrat dan haknya. Seorang ibu rumah tangga misalnya, harus rela berdiam diri di rumah untuk mengurusi keluarganya karena sang suami tidak menginginkannya untuk bekerja. Padahal mungkin ia memiliki kemampuan yang baik untuk ikut bekerja, membantu mencari nafkah suami tanpa harus mengabaikan kodratnya sebagai seorang wanita untuk mengurusi keluarganya.

Dewasa ini feminisme sering disalahrtikan oleh orang banyak, terutama kaum wanita. Sebanarnya apa yang dimaksud dengan feminisme dan sejauh mana kaitan feminisme dengan kehidupan wanita saat ini?

Telaah Pustaka

Feminisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.

Menurut Feminist Theory

Istilah feminis baru digunakan pada tahun 1890. Pada abad 20 Virginia Woolf (1882-1941) dan Simoune de Beavouir (1908-1986) berusaha untuk mengantisipasi masalah gender dan bertujuan menghilangkan penindasan terhadap kaum wanita.

Tiga unsur atau asumsi pokok dari feminisme adalah:
1.Gender adalah suatu konstruksi yang menekan kaum wanita sehingga cenderung menguntungkan pria.
2.Konsep patriarki (dominasi kaum pria dalam lembaga-lembaga sosial) melandasi konstruksi tersebut.
3.Pengalaman dan pengetahuan kaum wanita harus dilibatkan untuk mengembangkan suatu masyarakat non-seksis di masa mendatang.

Pada awalnya teori feminis bersifat interdisipliner yang merangkum berbagi bidang dalam ilmu sosial, termasuk sejarah, filsafat, antropologi, dan juga seni. Kemudian muncul masalah-masalah yang terkait dengan isu gender seperti reproduksi, representasi, dan pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Perkembangan selanjutnya adalah munculnya konsep-konsep baru seperti seksisme dan esensialisme yang dimaksudkan untuk menggugat diskriminasi sosial terhadap ilmu pengetahuan yang ada.

2.1 Feminisme Liberal
Pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia mempunyai kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.2 Feminisme Radikal
Muncul sejak pertengahan tahun 1970 dan menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, terutama saat melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada dan gerakan ini adalah sesuai namanya
yang "radikal".
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.3 Feminisme Post Modern
Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.4 Feminisme Anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriarki dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.5 Feminisme Postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.” (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

Feminisme Marxis
Aliran ini berasal dari penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini, status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property.
Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat borjuis dan proletar. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.7 Feminisme Sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang mendinginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme).

Firestone (1970)
Pembedaan aspek material kaum wanita sebagai makhluk produktif merupakan alah satu sumber penindasan karena hal itu dianggap sebagai bukti bahwa kaum wanita secara materi memang berbeda dengan kaum pria. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.9 MacKinnon (1989)
Satu-satunya kaum feminisme radikal itu karena pemikiran-pemikiran pasca Marxis dalam feminisme itu saja yang benar-benar jelas. Perlu diketahui bahwa kaum feminis Marxis atau sosialis lebih terang-terangan dalam menyoroti masalah tersebut. Marxis melalui konsep-konsep produksinya berusaha membagi tenaga kerja rumah tangga dan anak-anak, pembagian kerja seksual, serta status kaum wanita di tempat kerja. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

Cixous (1976), Kaum Feminis Perancis
Dikotomi kultural dan gender antara pria atau wanita dan dikotomi aspek budaya atau alamiah selalu membuat kaum wanita inferior. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

2.10 Chodorow (1978), Kaum Feminis Amerika
Memusatkan perhatiannya pada hubungan-hubungan psikoanalisis untuk melacak sebab-sebab dan sumber kekuasaan kaum pria dan rasa takut kaum wanita terhadap mereka. (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme)

Menurut para pakar feminisme, tantangan kaum feminis terhadap ilmu sosial yang ada hingga saat ini mencakup beberapa hal dan aspek. Pengaruh penting yang mereka bawa terwujud dengan munculnya kesadaran bahwa semua ilmu pengetahuan yang ada saat ini dimotivasikan oleh ideologi gender baik secara sadar atau tidak. Masa depan teori feminis kini lebih terjamin dengan menjamurnya studi-studi wanita.

Pembahasan

Pada awalnya feminisme muncul untuk membela kaum wanita dari keterpurukan serta menyamaratakan hak kaum wanita dan laki-laki dalam segala bidang. Pada masa lalu, kaum wanita hanya dapat bekerja di rumah sebagai seorang ibu rumah tangga sesuai dengan kodratnya. Lambat laun pemikiran tradisional semacam ini mulai berubah, pada perkembangannya saat ini pekerjaan wanita tidak hanya berkutat di rumah saja, tetapi juga di luar rumah sebagai wanita karir. Kaum wanita dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya kemudian bekerja sesuai dengan keinginan agar dapat memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan mereka juga dapat bekerja seperti apa yang kaum laki-laki kerjakan (misalnya pengusaha, supir busway, penjaga SPBU,dll). Kemajuan ini juga dapat kita lihat dari banyaknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concern terhadap masalah-masalah wanita, banyaknya kaum wanita yang duduk di kursi pemerintahan atau parlemen (walaupun masih belum sebanding dengan kaum laki-laki). Pemikiran yang modern dan terbuka semacam inilah yang membuat wanita saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal-hal yang mereka lakukan ini tak lepas dari pemikiran dan perilaku mereka yang ingin bebas dan sejajar dengan kaum laki-laki. Mereka harus berusaha sendiri untuk merubah kehidupan mereka. Pendidikan, bakat, minat, dan dukungan adalah hal-hal yang diperlukan agar kaum wanita dapat sejajar dengan kaum pria. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki (Naomi Wolf dalam Gegar Gender, 1999).

Namun sayangnya pada saat ini, feminisme sering disalahartikan oleh banyak orang dan tak jarang oleh sebagian kaum wanita itu sendiri. Terkadang usaha-usaha mereka untuk menaikkan harga diri berubah untuk “menjatuhkan diri sendiri“. Aliran feminisme liberal yang memberikan kebebasan hak antara kaum wanita dengan kaum pria membuat kaum wanita sering terlampau jauh menggunakan haknya sehingga kadang-kadang mereka keluar dari kodratnya sebagai seorang wanita. Sebagai contoh, ketika ada seorang teman perempuan saya yang merokok dan saya bertanya dan mengingatkan padanya bahwa merokok itu membahayakan kesehatan, baik kesehatan pria apalagi wanita. Namun jawaban yang saya dapatkan terlepas dari masalah kesehatan, ia berkata bahwa kaum laki-laki saja boleh merokok, mengapa perempuan tidak boleh?! Jelas bahwa ia menuntut persamaan hak antara kaum laki-laki dan perempuan (tetapi sayangnya, dalam hal yang buruk). Selain dari masalah kesehatan, pandangan orang-orang atau stigma terhadap perempuan yang merokok di dalam lingkup masyarakat Indonesia juga buruk tidak seperti di negara-negara barat.

Contoh lain adalah kasus Single Parent yang banyak terjadi di dunia barat dan kini mulai diikuti pula di Indonesia. Di negara barat hal itu adalah sebuah hal yang biasa dan banyak dijumpai. Bagi mereka hal semacam itu adalah pembuktian bahwa mereka dapat hidup mandiri tanpa ada sosok kepala keluarga di samping mereka. Namun ketika hal tersebut diterapkan di Indonesia, saya berpikiran kurang pantas sepertinya jika para wanita yang memegang teguh adat ketimuran di Indonesia melakukan hal yang sama. Memang hal tersebut merupakan pembuktian sebuah kemandirian, namun di sisi lain kita tetap membutuhkan dan menghargai figur seorang suami sebagai kepala rumah tangga.

Kesalahan persepsi dalam memandang feminisme itulah yang harus diperbaiki. Pergeseran tradisi dan budaya ketimuran oleh budaya barat ini harus dapat kita terima dan seleksi dengan bijaksana. Sebagai seorang wanita sudah seharusnya kita memiliki etika yang baik dengan pendidikan yang kita miliki. Jadi, jangan sampai salah persepsi ketika memandang istilah feminisme. Karena hanya kita sendiri yang dapat mengartikan, memahami, dan membatasi tanpa melupakan serta membatasi kodrat-kodrat kita sebagai seorang wanita.

Kesimpulan

Dari penulisan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Feminisme adalah sebuah paham yang menuntut persamaan hak antara kaum laki-laki dengan kaum wanita di segala aspek kehidupan tanpa menyalahi kodrat wanita itu sendiri.
Feminisme pada perkembangannya saat ini telah mengalami kemajuan namun juga mengalami pergeseran makna yang disebabkan oleh budaya. Dan untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang akan terjadi, kaum wanita harus dapat memfilter kebudayaan dengan bijaksana.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Jakarta: Balai Pustaka.
Jackson, R. & Sorensen, W. 1999. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Terjemahan oleh Dadan Suryadiputra. 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wolf, N. 1993. Gegar Gender: Kekuasaan Perempuan Menjelang Abad 21. Terjemahan oleh Omi Intan Naomi. 1999. Yogyakarta: Pustaka Semesta Press.
Ensiklopedi: Feminist Theory
Jawa Pos. 2007. Perempuan Harus 50 Persen di Parlemen. Hlm.12.
­­­­­­________. Feminisme. (Online), (
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme), diakses 18 Juni 2008)