30 March 2008

Dua Film Bermutu..

Film Ayat-Ayat Cinta (AAC) boleh jadi dikatakan sebagai sebuah fenomena lahirnya kembali film-film di Indonesia yang “bermutu” (eits, that’s my opinion.. bukan berarti saya tak menghargai film-film lainnya, tapi menurut saya dua film ini paling bermutu). Sebelumnya, saya juga setuju jika Nagabonar Jadi 2 masuk dalam kategori film bermutu tersebut. Buktinya, hanya dua film itu saja yang sempat ditonton oleh para “petinggi” negeri ini.. ehm, ralat! Bukan sempat tapi mereka meluangkan waktunya khusus untuk menonton dua film tersebut.

Film Nagabonar Jadi 2, adalah sekuel dari Nagabonar pada tahun 1986 yang sukses meraih prestasi kualitas Film Terbaik FFI 1987. Film drama yang berbalut komedi ini dinilai dapat membangkitkan rasa nasionalisme kalangan muda yang mulai “kabur” (Wahai kawan-kawan, apa kata dunia??). Bagaimana tidak menjadi film komedi kalau aktor-aktor yang bermain di dalamnya saja seperti Deddy Mizwar dan Tora Sudiro spesialis film komedi. Tapi perlu dicatat ya, walaupun film ini komedi namun pesan-pesan yang disampaikan dapat terasa. Pesan-pesan tentang cinta antara kaum adam dan kaum hawa, cinta antara orangtua dengan anaknya, cinta dalam persahabatan, cinta tanah air (termasuk juga cinta dalam melihat “perbedaan”. Hmm, mungkin ini bisa merubah pandangan tentang sebuah perbedaan bahwa perbedaan tak selamanya menimbulkan perpecahan). Film ini juga mengulangi masa kejayaannya di tahun 1986 lalu dalam mengumpulkan jumlah penonton hingga Nagabonar Jadi 2 sempat diputar ulang di bioskop-bioskop.

Jika melihat Nagabonar Jadi 2 kita masih bisa tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku para pemain, tetapi pada film Ayat-Ayat Cinta kita bisa menangis. Film karya Hanung Bramantyo yang diadaptasi dari novel religius karya Habiburrahman El Sirazy ini diluncurkan tanggal 28 Februari 2008 (walaupun sempat ada Ayat-Ayat Cinta bajakan yang berhasil muncul di internet jauh-jauh hari sebelumnya, ouch!) dan hingga saat ini memasuki bulan April, film tersebut masih setia diputar di bioskop-bioskop Indonesia. Tak heran bila masyarakat masih banyak yang ingin menonton film ini berkali-kali karena di dalam film ini kita diajarkan untuk bertoleransi. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama muslim, menyambut baik film ini karena di dalamnya memperlihatkan nilai peradaban Islam dan juga pendidikan. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai menonton bareng dengan 53 perwakilan negara sahabat, 107 undangan dan para menteri di Bioskop Plaza EX Thamrin hari Jumat tanggal 28 Maret lalu, film ini dapat memberikan pemahaman bahwa agama Islam adalah “Peace, Love, Tolerance, and Harmony”. Islam membenci kekerasan (tidak seperti beberapa tahun terakhir ini, di beberapa negara, islam dianggap membawa perpecahan).

Saya sendiri melihat bahwa film ini amat sangat mengajarkan banyak hal dalam agama, dalam kehidupan, dalam melihat berbagai perbedaan, dan lebih realistis dibandingkan novelnya. Jujur saya akui, air mata sempat menetes ketika melihat film ini pertama kali dengan Bunda.. (huks, are you remember, Mom? Nda’ papa lah.. Presiden SBY dan Pak Habibie saja meneteskan air mata berkali-kali saat menonton film ini). Poligami, mungkin itu sebabnya. Bagaimana seorang Aisha ikhlas menganjurkan (bahkan meminta!) Fahri berpoligami untuk menyelamatkan nyawa Maria.. dan menurut saya, inilah poligami dalam Islam yang sesungguhnya, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah pada zaman dahulu. Islam yang menganjurkan suami berpoligami untuk sebuah alasan keagamaan atau kemanusiaan tertentu. Tidak seperti kebanyakan kasus poligami saat ini (saya jadi ingat ketika terlibat sebuah obrolan dengan kakak kelas saya membahas batasan sebuah keadilan pada kasus poligami. Tak pernah ada batasan, karena manusia tak ada yang bisa adil karena hanya Allah yang Maha Adil. Selain itu, manusia juga tak pernah puas.. hanya keyakinan, kesabaran, keikhlasan, dan keimanan yang tinggi yang mampu menjawabnya).

“ISLAM itu IKHLAS dan SABAR” dan “ALLAH SELALU BERSAMA ORANG-ORANG YANG MAU BERUSAHA”
(itulah perkataan seorang aktor dan sebuah tulisan pada sebuah adegan di film tersebut yang mengena di fikiran dan hati saya). Selain itu, saya jadi teringat dengan pelajaran Bahasa Arab yang pernah saya dapatkan selama 6 tahun di bangku sekolah.. “Kaifa haluk, allughotul arobiyyah??”. Wah, jadi ingin membuka ingatan dan buku catatan saya dulu..

Tak berhenti sampai di situ saja, keberuntungan di film ini juga hinggap pada penyanyi Rossa dan pencipta lagu Melly Goeslaw. Lirik yang sederhana namun bermakna dipadu dengan alunan musik yang khas membuat banyak dari berbagai usia ‘kesengsem’. Bahkan saya menjadikan lagu-lagu pada album soundtrack Ayat-Ayat Cinta tersebut adalah lagu wajib yang harus saya dengarkan ketika sedang mengetik atau mengerjakan tugas (sederhana, saya hanya ingin lebih tenang dalam mengerjakan kewajiban-kewajiban saya. Seperti yang saya lakukan ketika sedang mengetik blog ini).

Nagabonar Jadi 2 dan Ayat-Ayat Cinta adalah karya anak bangsa yang membanggakan, dan masyarakat sudah rindu akan tayangan-tayangan yang bermutu. Semoga dengan adanya dua film ini dapat memacu sineas-sineas Indonesia dalam menghasilkan karya film agar tidak “sembarangan”.